Konten [Tampil]
Bagian Enam: Kenyataan Pahit
Rania pun menyerah mengikuti Kinan dan membiarkan Kinan pergi begitu saja. Rania merasa percuma saja mengikutinya. Biarlah Kinan melakukan kesalahan agar Rania bisa mendapatkan petunjuk terbaru.
Rania pun hanya memantau Kinan sesekali dan belum mendapatkan petunjuk apapun. Kinan selalu bergerak rapi dan menutupi semuanya dengan baik. Kepercayaan diri Kinan itulah yang Rania jadikan senjata.
Sedikit saja Kinan lengah maka Rania bisa mendapatkannya. Penantian Rania pun membuahkan hasil. Kinan melakukan pergerakan yang berbeda dari sebelumnya. Dia menuju bukit belakang panti yang dekat dengan rumah ada khas Lombok. Rumah adat yang terbengkalai walaupun bangunannya masih berdiri kokoh. Bangunan yang bertahan akibat kebiasaan membersihkannya dengan kotoran sapi ataupun kerbau.
Kinan masuk ke dalam salah satu rumah dan pergi meninggalkannya. Aku pun menyusul masuk tetapi pintu itu terkunci rapat.
Rania pun mencoba membukanya dan menemukan anak-anak berada di sana. Kondisinya cukup mencemaskan. Mungkin berhari-hari tak bisa beristirahat dengan baik dan makan dengan cukup. Aku mencoba menolong mereka sesegera mungkin sebelum Kinan mengetahuinya. Sayang Kinan kembali lagi.
"Aku tau kamu mengikutiku," kata Kinan kepadaku.
"Kenapa si kamu bisa sejahat ini pada mereka?" tanyaku pada Kinan.
"Jahat? Bukankah ibu panti dan kamu lebih jahat? Kalian memberikan mereka pada orang yang tak bertanggung jawab. Aku hanya mencoba menyelamatkan mereka," kata Kinan menjawab.
Aku hanya terdiam. Tak penting berdebat dengan Kinan, lebih baik menolong anak-anak ini. Kinan seolah tak merasa bersalah. Malah merasa aku menggangunya karena merasa dirinya yang paling benar.
Kinan masih mencoba menghalangiku untuk membawa anak-anak. Bahkan kita sedikit beradu fisik.
"Kinan, aku hanya ingin membawa mereka pulang," kataku meminta dengan baik-baik pada Kinan.
"Kenapa harus kamu yang memutuskan? Biar mereka yang memilih," kata Kinan kepadaku.
Kondisi anak-anak yang buruk tentu tak bisa membuat mereka bisa mengambil keputusan.
"Mereka hanya butuh istirahat dan pulang, Kinan. Biar aku membawa mereka pulang sebelum terlambat," kataku lagi pada Kinan.
Kinan yang tak mengizinkanku untuk membawa mereka pulang tentu membuatku sedikit marah hingga tak sadar mendorong Kinan agak keras. Kinan pun terjatuh dan tak sadarkan diri. Kesempatan itu tentu membuatku bisa menolong anak-anak kembali ke panti.
Setelah anak-anak kembali dengan selamat. Aku pun membawa Kinan ke rumah sakit. Tanpa aku sadari Kinan terjatuh dan membentur lantai hingga membuatnya banyak kehilangan darah. Kinan membutuhkan banyk darah dan rumah sakit kekurangan stok darah AB.
Aku yang memiliki golongan darah seperti Kinan pun mendonorkannya. Aku telah memaafkan Kinan dan khawatir dengan kondisinya. Darahku dan Kinan sangat cocok dan cukup untuk mengganti darah Kinan yang hilang.
Aku mencoba menunggu Kinan kembali sadar dengan sabar. Butuh waktu lama Kinan sadar dan pulih kembali. Bukan hanya fisik Kinan yang lelah, psikisnya pun cukup terganggu. Hal itulah yang paling membuat kesadaran Kinan lama pulih.
Dalam keadaan tanpa sadar itu, beberapa kali Kinan menggigau minta tolong berkali-kali. Suara Kinan itulah yang menyadarkanku pada kejadian di beberapa belas tahun lalu. Sosok Riana seolah kembali di diri Kinan.
Posting Komentar
Posting Komentar