Konten [Tampil]
Menonton kuda lumping mungkin bukan hal yang asing untukku. Tapi menontonnya di tengah malam, pikiranku langsung takut dan ingin menolaknya. Kuda lumping yang ada dibayanganku adalah orang naik kuda mainan dan nantinya akan kesurupan. Jadilah bisa makan bunga hingga pecahan kaca. Membuat orang memilih menontonnya dari jauh.
Ketika aku kecil cukup menyenangkan menontonnya. Apalagi banyak atraksi kuda lumping di desaku, bahkan pernah dilakukan di depan rumah. Jadilah aku bisa menonton dengan mudahnya. Tetapi itu ceritaku waktu sekolah dasar. Semakin aku bertambah usia, sudah sangat jarang mendengar ada atraksi tersebut di desaku.
Menonton Kuda Lumping Khas Temanggung
Kalau bukan KKN di Kabupaten Temanggung maka aku tak akan mengenal tarian kuda lumping khas temanggung. Waktu itu terjadi di tahun 2017, dimana aku yang tak pernah lagi menonton kuda lumping seperti aku kecil, akhirnya menontonnya lagi. Bayangan atraksi kuda lumping ketika kecil pun muncul, ada rasa tak sabar tetapi juga timbul rasa takut.
Di pertengahan KKN, bapak pemilik rumah dimana aku tinggal selama 42 hari, mengajak kami menonton kuda lumping. Bukan di desa kami, tapi di desa lain. Waktu pertunjukkannya pun malam hari. Sempat ada diskusi antara aku dan teman-temanku, mempertimbangkan perjalanan yang mungkin agak jauh dan waktu yang tak biasa. Tetapi akhirnya kami memutuskan untuk ikut.
Menuju hari dimana pertunjukkan berlangsung sejujurnya ada rasa takut. Duh malam-malam, nanti gimana kalau ada apa-apa. Gimana kalau kesurupan? Dan pikiran aku yang sudah kemana-mana. Tapi ya aku hanya diam saja, menyimpannya sendiri. Kayaknya aneh aja kalau curhat aku takut kan?!
Saat hari dimana kami berangkat tuh udah deg-degan parah. Kalau nggak salah si berangkat habis isya. Itu pun siangnya udah tidur dulu, mana kuat kan aku begadang kalau nggak penting-penting amat. Perjalanan pun cukup dingin hingga menusuk tulang. Kabut pun sedikit muncul karena desaku adalah desa terakhir sebelum gunung sindoro.
Kami semua menggunakan motor menuju tempat diadakannya pertunjukkan kuda lumping. Sampai di sana cukup ramai oleh warga, sedikit membuatku tenang. Aku pun masuk ke sebuah rumah yang dijadikan tempat berkumpul orang-orang yang akan melakukan tarian kuda lumping. Kami hanya duduk melihat para laki-laki memoles wajahnya. Ada yang melakukannya sendiri, ada pula yang dibantu oleh temannya.
Sekitar satu jam kami menunggu hingga pertunjukkan dimulai. Terlihat banyak orang berkerumun, aku pikir tak akan mendapatkan tempat untuk bisa menonton dengan jelas. Tetapi nyatanya kami diperbolehkan masuk ke area yang seharusnya jadi tempat melakukan tarian. Pikirku udah aneh-aneh saat itu.
Para laki-laki yang akan melakukan tarian pun masuk. Nggak cuma satu dua orang, tapi banyak nggak sempat aku menghitungnya. Suara gamelan juga berbunyi mengiringi. Beda lah sama kuda lumping yang aku tonton waktu kecil. Tapi tetap aja berasa takut, rasanya aku tuh kecil dipojokan, sedangkan para penarinya besar karena pakai semacam pake topeng dan juga membawa cambuk.
Ternyata waktu mulai pertunjukkan hanya sekedar tarian yang memiliki sebuah kisah di dalamnya. Ketakutanku pun berubah menjadi takut terkena cambuk karena terlalu dekat dengan penari yang selalu memainkan cambuknya. Sepanjang pertunjukkan jelas tetap tidak bisa menikmati karena mencoba menghindar dan serasa nonton film di bioskop tapi di barisan depan. Nggak enak deh pokoknya.
Tapi satu hal yang aku belajar, kalau nggak semua tarian yang namanya sama hal yang dilakukan pun sama. Kuda lumping khas temanggung ternyata murni tarian saja, bukan berisi atraksi orang kesurupan yang nanti bisa makan hal-hal aneh. Pantas saja sering dilakukan malam hari.
Owh berarti beda ya ,kalo disini kuda lumbingnya ya pasti wuru/mendem gitu bahkan kadang nyamber ke penonton kalo si penonton emang punya indang
BalasHapusiya beda kak
Hapusseru ya mba, tapi jujur saja aku takut sama kuda lumping. pernah nonton ngeri :D
BalasHapusiya seru mba, kenapa ngeri? :D
Hapus